Top Ad 970x90

Menolak Alpa Esensi Berhaji dan Umrah

by
Menolak Alpa Esensi Berhaji dan Umrah
Ibadah Haji adalah bermaksud mendatangi Bayt Allah SWT untuk amal ibadah tertentu dilakukan pada waktu tertentu dan dengan cara tertentu pula. Sedangkan ibadah Umrah, secara lughawi, berarti al Ziyarah, dan secara istilah adalah mendatangi Baitullah untuk menunaikan ibadah tertentu, yakni thawaf dan sa'i.

Umrah merupakan sebagian dari rangkaian ibadah haji yang tidak bisa dilepaskan. Sehingga dalam pelaksanaan ibadah haji, seseorang melakukan ibadah umrah terlebih dahulu. Disamping umrah wajib, ada umrah sunnah yang dapat dilaksanakan kapan saja, baik pada musim haji atau pun waktu yang lain.

Para Ulama Fiqh menyepakati bahwa ibadah haji dan umrah hukumnya adalah wajib bagi setiap muslim yang memiliki kemampuan biaya, fisik dan waktu. Hal ini mengacu kepada firman Allah SWT;

"Dan Allah mewajibkan atas manusia, haji ke Baitullah bagi yang mampu mengerjakannya" (QS Ali Imran 97)

"Sempurnakan haji dan umrah (hanya) karena Allah" (QS Al Baqarah 196)

Quran Surat Ali Imran ayat 97 tersebut menjadi dasar bahwa haji diwajibkan hanya kepada umat Islam yang memiliki kemampuan.

Bulan Februari lalu, redaksi Jumrah Erwin E Ananto dan Handi Pramuditha menemui Wakil Amirul Haj Indonesia, KH Hasyim Muzadi, di kediamannya, untuk mendapatkan gambaran apa saja yang menjadi prasyarat kesempurnaan ibadah haji sehingga seseorang yang pulang dari ibadah ke tanah suci tersebut meraih kemabruran.

Berikut perbincangan kami:

Melihat Indonesia dengan jumlah jamaah haji dan umrah yang begitu besar, setiap tahunnya bisa mencapai ratus-ribuan orang. 


Menurut Kyai, bagaimana penanganan pemerintah dalam pelaksanaan ibadah haji dan umrah di negeri kita ini?

Ya, menurut saya pelaksanaan kedua ibadah itu, terutama haji kita ini, kalau diharapkan sempurna itu sangat sulit. Bisa jadi memang nggak bisa. Karena, antara orang yang mau berangkat jumlahnya terus menerus bertambah, sedangkan kemampuan melayani dari pemerintah masih terbatas. Jadi tidak seimbang. Saya katakan, ya sudah seperti ini saja sebaiknya... Alhamdulillah.

Kalau ada orang yang berpikiran mau diswastakan atau sebagainya, lha ya malah 'hancur-hancuran'. Itu nanti bisa jadi seperti TKI dan TKW, yang setiap orang ikut-ikutan mengurusi, dan malah banyak yang terlantar disana, nggak bisa pulang dan segala macam bisa terjadi. Ya, sudah dilakukan saat ini ya seperti ini saja sudah cukup, sekali pun pemerintah menangani pun belum sempura.

Tidak sempurnanya kenapa, Kyai?

Ya, pertama karena jumlah orang yang ingin naik haji, tidak imbang dengan kemampuan quota-nya. Quota-nya hanya satu persen dari jumlah penduduk, yang ingin haji lebih dari dua sampai tiga persen. Jadi sisanya mengantri dan harus menunggu lama.

Dalam masalah ini, perlu orang yang sudah naik haji, mestinya mendukung mereka yang belum haji. Jangan pula, yang sudah haji, naik haji lagi, sementara yang lainnya lama kebagian.
 

Kedua, karena tidak imbangnya antara kemampuan dengan kemauan, maka umrah menjadi jalan keluar, karena tidak terikat waktu. Nah, tinggal sekarang, umrah ini yang terpenting adalah fokus ibadahnya harus terus ditingkatkan, jangan pada pariwisatanya. Kemabruran itu disebabkan karena kesucian niatnya, kebersihan bekalnya, kebersihan manasiknya. Itu yang harusnya diutamakan.

Kalau soal akomodasinya itu terserah kemampuan 'isi saku' masing-masing jamaah. Semakin mahal hotelnya yang pasti semakin baik.

Tapi bagaimana orang haji dan umrah bisa meraih kemabruran?

Ya itu harus fokus pada esensinya. Jangan bicara melulu soal sarananya, meributkan misalnya, tenda yang robek atau roboh, makanan yang kurang sesuai, meskipun itu memang penting. Tetapi kenapa tidak memberi perhatian, pada wuqufnya orang-orang kurang sempurna, kesalahan-kesalahan waktu tawaf, dan dari sisi fiqh. Mestinya kan begitu. namun sayangnya itu tidak dilakukan.

Semua itu diperlukan persiapan tidak hanya fisik, mental, tapi juga amalan yang dilakukan sebelum, selama di tanah suci, dan pasca berhaji. Kita musti menata hati kita dulu sebelum berangkat agar muncul keikhlasan. Penataan hati dalam menyambut ibadah terbesar dalam rukun Islam itu sangat penting agar ketika beribadah di tanah suci terasa hingga batin kita.

Jadi mereka yang mau berhaji harus ancang-ancang melengkapi shalatnya, melaksanakan kewajiban terhadap Allah, perbaiki hubungan antar manusia, dan perbanyak sunnah, dan yang lainnya, mengikuti pelatihan manasik itu juga dari pembentukan niat, hukum manasiknya, peralatan yang halal.

Apakah seorang calon jamaah harus melakukan sendiri atau perlu adanya pembimbing?

Calon Jamaah ini akan bisa menata diri, membangun keikhlasannya, ya perlu dilatih, dibimbing, diberitahu mana yang salah mana yang benar. Nah, yang membimbing ini siapa? Bisa kelompok-kelompok yang mengkoordinir, atau pun pihak yang ditunjuk oleh pemerintah. Dan semua itu harus dilakukan secara intensif, tidak bisa secara dadakan.

Sayangnya, petugasnya sendiri pada umumnya tidak menahami hukum syari'at. Sehingga dengan demikian mestinya, prolog haji sebelum enam bulan sudah disiapkan semacam orientasi dan pelatihan dalam bentuk manasik, ataupun pemondokannya, bagaimana menumbuhkan keikhlasan dalam melaksanakan ibadah tersebut.

Jadi artinya, untuk pelaksanaan haji, peran itu harus dilakukan oleh Pemerintah?

Ya, karena kalau Haji itu menjadi urusan pemerintah, sedangkan KBIH-KBIH hanya bisa membantu kelompoknya saja. Disisi lain untuk Umrah, tentu menjadi tanggung jawab penyelenggaranya, untuk pelaksanaannya pemerintah tidak terlibat secara langsung.

Kalau pun penyelenggara umrah saat ini belum fokus pada esensi ibadah untuk para jamaah, Apakah peran mereka belum optimal, bagaimana menurut Kyai?

Ya sudahlah, sekarang masing-masing jamaah dan kelompoknya bisa memilih pembimbing yang mukhlis (seorang ikhlas), cakap dan cerdas. Yang ikhlas itu, ya dia punya niat beribadah, membantu jamaahnya bisa mabrur.

Sekarang coba disurvei saja, dikelompokkan diantara jamaah umrah itu berapa yang memang niat ibadah, berapa yang cuma ingin tahu Makkah, dan berapa yang punya niat lain, dan sebagainya. Dari indeks yang didapat, bisa tahu yang mana harus dibimbing secara serius.
 

Saya pikir itu penting dilakukan, karena kita sadar persepsi kita tentang ibadah itu masih rendah, mereka mengira kalau sudah berangkat haji atau umrah itu semua amal ibadahnya sudah beres.

Bagaimana pandangan Kyai, dari sisi keikhlasan para jamaah dalam beribadah haji hari ini dibanding mereka di masa lalu?

Hehe... dulu jaman Ayah saya, kalau orang berangkat Haji itu sudah tanda tangan mati. Karena dari berangkat sampai kembali itu perlu waktu enam sampai tujuh bulan, dan itu tidak jelas bagaimana keselamatannya disana. Sehingga saat orang itu berangkat biasanya digelar ritual keagamaan. Ya ditahlil, ya diadzani, berfadilah untuk amalan yang perjalanannya berisiko pada keselamatannya.

Di masa lalu, haji belum dikelola oleh pemerintah. Jamaah itu berangkat ikut rombongan haji bersama Syeikh. Mereka berangkat dengan kapal laut, bekalnya pun bukan beras tapi 'karak' alias nasi kering. Dari Jawa menuju Banda Aceh, maka itu kota ini disebut Serambi Makkah, menunggu kapal yang menuju Jeddah.

Sampai di Jeddah, mereka naik unta menuju Makkah dan Madinah, mendirikan tenda untuk istirahat dan bermalam di tengah padang pasir, berbulan-bulan. Bisa dibayangkan bagaimana keselamatan mereka. Situasi di tengah padang pasir itu pasti tidak selalu aman. Bisa saja mereka terserang penyakit, mengalami perampokan, pembunuhan setiap saat.

Jadi sekarang, jika semua sarana saat ini sudah tersedia, harusnya diterima sebagai suatu 'kemudahan' dari Allah SWT untuk menunaikan ibadah, memenuhi panggilan Allah dengan penuh keikhlasan.

Artinya, amal ibadah, baik haji atau umrah yang saat ini bisa ditempuh hanya dengan waktu yang singkat, bisa memperoleh nilai amal yang lebih di mata Allah. Jangan justru, kalah dengan mereka di masa silam yang memakan waktu berbulan-bulan dan jauh dari rasa aman.

Tapi ya, yang namanya manusia pragmatis-nya itu bertambah tinggi. Ya, seperti ini sajalah. Dulu dengan sekarang, orangkan lebih pinter sekarang... tapi untuk 'jujur', orang dulu lebih jujur, itulah sebabnya doa'anya manjur... (tertawa)


Lalu, solusinya bagaimana, Kyai?

Ya, kalau kita sudah tahu seperti itu sifat masyarakat kita, maka harus terus-menerus didorong agar keikhlasan dalam beribadah itu bisa dipertahankan, bahkan ditingkatkan. Jangan sampai, karena semua makin mudah, kita malah jadi lupa dan kehilangan esensi dari ibadah itu. Ibadah ke tanah suci itu harus ditunaikan sebagaimana ibadah, bukan berwisata.

Yang terpenting saat ini adalah esensi ibadah ini harus sungguh-sungguh dipertahankan. Kesadaran seperti ini harus dibangun terus, baik oleh masing-masing jamaah secara personal mau pun para petugas yang membimbing mereka di sana.

Kuncinya yang penting bagi mereka yang mau berangkat haji atau pun umrah, pertama yang harus diperbaiki dulu adalah niatnya, ditata hatinya. Kedua, penataan dan pelaksanaan hukum haji. Mereka yang berhaji harus mengikuti manasik agar paham rukun haji dan aturannya. Kalau kita tidak mengerti (hukum haji) sengsara.

Dan ketiga, peralatan dan perlengkapan yang diperlukan untuk haji, dan itu bagian dari syariah juga buat mereka yang berkemampuan dan berkompeten dalam perjalanan haji itu sendiri. Tiga saja itu cukup, Insya Allah ibadahnya mabrur.


Erwin E Ananto | Jumrah.com

Suami, Antara Dua Kekeliruan

by
Suami, Antara Dua Kekeliruan
Islam mengajarkan kepada kita menjadi seorang istri juga suami yang baik. Sungguh sayang, bila aturan Islam yang demikian adil, arif dan sempurna banyak dilanggar oleh pemeluknya termasuk dalam hal mengatur rumah tangga. Pelanggaran yang terjadi bisa karena kesengajaan, atau sikap masa bodoh terhadap apa yang menjadi syariat.

Menyinggung tentang kesalahan yang ada pada suami dalam berbuat dan bersikap terhadap istrinya: dua posisi yang berlawanan, antara yang berlebih-lebihan dan yang menyia-nyiakan.

Jika seorang suami mempunyai kesalahan dan kekurangan, Islam akan menegur dan mengarahkannya kepada kebaikan dan hal yang semestinya. Untuk bisa mengambil pelajaran dan melakukan perbaikan diri, tidak ada salahnya kita menengok kekeliruan yang terjadi lalu kita melihat sikap yang seharusnya dan semestinya dilakukan oleh seorang suami.

Kekeliruan pertama: Suami menghinakan istri, merendahkan dan melanggar hak-haknya. Ia membiarkan istrinya tanpa bimbingan dan arahan sehingga istri tidak tahu apa yang diwajibkan oleh Allah Ta'ala terhadap dirinya.


Akibatnya, si istri sering menyelisihi aturan Allah, dan bisa jadi merusak keluarganya serta memenuhi seruan setiap orang yang mengajaknya kepada kejelekan. Sikap suami yang meremehkan istri dan tidak mengerti arti penting istri ini tidak dibolehkan oleh syariat.

Syariat justru memberikan kemuliaan kepada wanita dan meninggikan kedudukannya. Al-Qur’an yang mulia turun memerintahkan suami untuk bergaul dengan baik kepada istrinya.

"Dan bergaullah dengan mereka (para istri) secara patut. Jika kalian tidak menyukai mereka (bersabarlah), karena bisa jadi kalian tidak."

Rasulullah SAW dalam haji Wada’ tidak lupa menganjurkan para suami agar memperbaiki pergaulan mereka dengan istri-istri mereka. Di saat kaum muslimin berkumpul dalam jumlah yang besar tersebut, Ia bersabda: "Berwasiatlah kalian dengan kebaikan kepada para wanita (para istri).” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Kekeliruan kedua: Mereka melepas tali kendali para istri, membebaskan sebebas-bebasnya, dan membiarkannya begitu saja kemana si istri suka. Akibatnya, si istri bebas bepergian tanpa mahram, bercampur baur dengan lelaki lain di tempat umum, di tempat kerja, dan sebagainya. Padahal Allah telah mengangkat suami sebagai qawwam, sebagaimana firman-Nya:

"Para lelaki adalah pimpinan bagi para wanita.” (an-Nisa: 34)

Sebagai pemimpin, suami bertanggung jawab membimbing istrinya kepada kebaikan, dan tidak membiarkannya begitu saja. Sikap suami pada dua keadaan yang berlawanan ini akan menimbulkan akibat yang buruk.


PERCERAIAN

Kita mengetahui konsekuensi dari perceraian ini: tercerai-berainya keluarga dan tersia-siakannya anak. Parahnya akibat yang ditimbulkan oleh sebuah perceraian sehingga membuat ikatan keluarga menjadi terurai ini adalah target utama iblis. Hal ini sebagaimana dikabarkan oleh dalam sabda Rasulullah;

“Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya di atas air kemudian ia mengirim tentara-tentaranya. Yang paling dekat di antara mereka dengan Iblis adalah yang paling besar fitnah (kerusakan) yang ditimbulkannya. Salah seorang dari mereka datang seraya berkata, "Aku telah melakukan ini dan itu."

Iblis menjawab, "Engkau belum melakukan apa-apa." Lalu datang yang lain seraya berkata, "Tidaklah aku meninggalkan dia (manusia yang digodanya) hingga aku berhasil memisahkan dia dengan istrinya." Iblis pun mendekatkan anak buahnya tersebut dengan dirinya dan memujinya, "Engkaulah yang terbaik." (HR. Muslim)

PROBLEMA SUAMI ISTRI

Akibat yang jelas dari munculnya problem dalam rumah tangga adalah keluarga tidak bisa menjadi tempat pengasuhan dan pendidikan yang baik bagi generasi yang lahir di tengah-tengahnya. Sikap suami dalam dua keadaan yang berlawanan ini adalah dosa yang akan dituntut di hadapan Allah karena Rasulullah bersabda;

“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya… Dan suami adalah pemimpin atas keluarganya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat an-Nasai disebutkan bahwa Rasulullah bersabda;

"Sesungguhnya Allah akan menanyai setiap pemimpin tentang apa yang dipimpinnya, apakah dia menjaganya ataukah menyia-nyiakannya. Sampai-sampai seorang suami pun akan ditanyai tentang keluarganya.” (Disahihkan oleh al-Imam al-Albani dalam ash Shahihah no. 1636)

Bukankah seorang suami berkewajiban menjaga dirinya dan keluarganya dari api neraka, sebagai pengamalan dari firman Allah;

“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri-diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu…” (at-Tahrim: 6)

Dari sinilah kita memahami, bahwa sikap yang patut dari seorang suami adalah ia menjalankan fungsinya sebagai qawwam di tengah keluarganya.

Hendaknya ia memuliakan istrinya dengan memberikan hak-haknya. Ia juga hendaknya memberikan pengajaran aturan-aturan syariat, hukum Allah Ta'ala, dan Sunnah Rasul-Nya kepada sang istri secara langsung ataupun lewat perantara, karena suami bertanggung jawab untuk menyelamatkan istri dan anak keturunannya dari api jahanam.

Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.


Jumrah.com
 

Peziarah Haji, Kisah Mereka Di Masa Lalu

by
Peziarah Haji, Kisah Mereka Di Masa Lalu
Perjalanan menantang dalam misi menegakkan pilar Islam kelima dan terakhir...

Seiring waktu kita telah kehilangan begitu banyak tradisi yang indah dari Islam. Salah satunya adalah rombongan karavan peziarah haji, yang menjadi pemandangan sehari-hari di daratan semenanjung Arabia di masa lalu. Karavan ini adalah kelompok orang yang melakukan perjalanan jauh bersama-sama dan bertemu dengan kafilah yang lebih besar, dan dari sana mereka bergabung dalam perjalanan ke Mekkah untuk menunaikan haji.


Jalur darat yang paling banyak diceritakan adalah dari Kairo dan dari Damaskus. Ada banyak kisah menarik tentang para peziarah haji dan perjalanan mereka. Seperti perjalanan Ibn Battuta, kisah perjalanan haji dengan kereta api, bahkan kisah mereka di atas kapal uap di awal abad ke-20. Namun dari semua kisah perjalanan ziarah haji, tantangan dan bahaya lebih banyak terjadi di masa lalu di abad ke 13, sebagai bukti keteguhan hati dan keikhlasan mereka.

Dalam sebuah perjalanan panjang ditengah gurun pasir yang terik. Sekelompok karavan bergerak perlahan melawan angin. Mereka adalah para peziarah haji yang melewatkan siang malam diatas pelana unta sementara lainnya mengikuti dengan berjalan kaki.

Kala malam tiba, dibawah langit tanpa cahaya, mereka terus melangkah mengikuti bayangan rekan-rekan mereka yang berada di barisan depan. Kusir dan penumpangnya sesekali memejam mata menikmati kantuk kemudian tersentak bangun, dan kembali terpejam. Di tengah gelapnya malam mereka melepas lelah, sambil melihat dari kejauhan tampak kereta-kereta berjalan pelan seperti menyapu permukaan gurun dengan goyangan lentera, suara samar rebana, ringkikan kuda dan unta.

Tak berapa lama, langit di timur sedikit lebih terang, menandai datangnya pagi. Rombongan kafilah kembali bersiap melangkahkan kaki di tengah hamparan pasir yang berkerikil. Saatnya matahari mulai naik memberi sedikit sengatan di kulit. Unta berdeguk, kuda pun meringkik, menolak keras untuk berdiri. Mereka sama lelahnya seperti tuan-tuan yang menunggangi mereka dan yang berjalan kaki. Namun, tanpa emosi semua kembali berjalan diatas komando yang diteriakan pemimpin rombongan kafilah.

Saat pertama kali mereka melihat satu titik kecil dalam jangkauan mata, mereka menatap dengan semangat, meskipun kembali menghilang diantara batas langit dan permukaan pasir. Dorongan semangat itu membuat kafilah berupaya menaiki Jabal Nur, sebuah bukit kecil untuk memastikan arah tujuan. Mereka mendaki lereng bukit, dan berhenti di puncak untuk memastikan titik hitam adalah ujung perjalanan mereka.

Tak jauh dari bukit tempat kafilah berdiri, ter-hampar di depan mereka Lembah Ibrahim. Tampak bangunan rumah-rumah berdinding putih, sebuah kota di tengah dataran kecil yang hijau, itulah Mekkah. Seketika tatapan mata mereka dipenuhi emosi, kerinduan yang tersimpan dalam hati, sepanjang perjalanan berbulan-bulan bahkan bertahun lamanya.

Sebuah realisasi dari pengerahan tenaga yang luar biasa dari rombongan peziarah ke kota suci itu, akhirnya menemukan tujuannya, yakni Baitullah.

Perjalanan, Waktu dan Keimanan  

Selama berabad-abad, jejak kaki kuda, unta, para peziarah, dan teriakan kafilah terekam di setiap sisi lembah, di desa-desa dan masjid.

Mulai dari pantai Atlantik Afrika dan Semenanjung Iberia (di ujung barat daya Eropa, meliputi Spanyol, Portugal, Andora, Gibraltar dan sebagian Perancis) sampai pantai Pasifik. Dari kawasan Cina, dari Zanzibar di Selatan ke Kaukasus hingga sisi utara Asia Tengah. Jejak jejak itu bahkan melewati sudut desa-desa di kawasan paling terpencil dunia Islam.

Setiap peziarah haji telah melewatinya dan menyimpan memori yang begitu nyata, dalam balutan keimanan.

Setiap umat muslim bisa segera memahami bahwa dalam jaringan yang luas dari ibadah haji, mereka tidak pernah benar-benar merasa asing dengan sesama muslim dari berbagai negeri. Dendangan musiknya, gaya berpakaiannya dan aksen bahasanya bisa berbeda-beda antara mereka di Tangier dan di Delhi atau antara di Samarkand dan di Mekkah.

Tetapi kalender, etiket dan banyak lagi perilaku umat muslim selalu identik dan semuanya hampir serupa.

Di mana-mana umat muslim shalat lima kali di waktu yang sama setiap hari, menghadap ke kiblat. Di mana pun itu, mereka berpuasa bersama-sama selama Ramadhan. Mereka juga bergabung dengan jamaah lain untuk menyembelih hewan qurban di akhir ritual haji. Di mana saja mereka mengamalkan kebaikan dan mengambil hikmah dari Al-Qur'an dalam kehidupan sehari-hari.
 
  
< selanjutnya >
*Ditulis oleh Erwin E Ananto.

Dinamika Syi'ar Islam di Korea Selatan

by
Dinamika Syi'ar Islam di Korea Selatan
Republik Korea, atau yang lebih dikenal dengan Korea Selatan, mencakup bagian selatan Semenanjung Korea. Di sebelah utara berbatasan dengan Korea Utara (Korea Selatan & Korea Utara pernah bersatu hingga tahun 1948).

Sedangkan di bagian barat berbatasan dengan Laut Kuning, Jepang, yakni berada di seberang Laut Jepang atau disebut 'Laut Timur' oleh orang Korea, serta selat Korea yang berada di bagian Tenggara. Sedangkan Ibukota Korea Selatan adalah Seoul.


Awal Masuknya Islam

Kehadiran Islam dapat diverifikasi di Korea berawal dari abad ke-9 selama periode Silla Bersatu, bersama dengan datangnya para pedagang dan navigator asal Persia dan Arab.

Menurut geografer di kalangan muslim, termasuk Ibnu Khurdadhbih (seorang penjelajah dan ahli geografi muslim Persia abad ke-9), bahwa banyak dari mereka yang tinggal menetap di Korea, dan membangun pemukiman muslim. Beberapa catatan menunjukkan bahwa banyak dari pemukim berasal dari Irak. Pada gilirannya, mereka pun menikah dengan wanita Korea.

Hubungan perdagangan antara dunia

Islam dan semenanjung Korea dilanjutkan oleh Kerajaan Goryeo sampai pada abad ke-15 Masehi. Akibatnya, sejumlah pedagang Muslim dari Timur Dekat dan Asia Tengah menetap di Korea, menikah dan berketurunan di sana. Setidaknya, satu klan utama Korea, keluarga Chang yang menetap di desa Toksu mengklaim bahwa keturunannya berasal dari keluarga Muslim. Beberapa Muslim Hui dari Cina juga tampaknya telah tinggal di Kerajaan Goryeo.

Pada 1154 Masehi, Korea termasuk dalam peta dunia seorang geografer Arab, Muhammad al-Idrisi, Tabula Rogeriana. Peta tertua dunia Korea, Kangnido, menarik pengetahuan dari Kawasan Barat dari karya geografi Islam. Kontak kecil dengan masyarakat mayoritas Muslim, khususnya Uighur, berjalan terus dan semakin dekat.

Satu kata untuk Islam dalam bahasa Korea, Hoegyo berasal dari Huihe nama bahasa Tionghoa tua untuk Uighur. Setidaknya dua orang Uighur tinggal di Korea saecara menetap dan menjadi nenek moyang dari dua klan Korea.

Selain itu, pada periode awal Joseon, penanggalan IsIam sudah berfungsi sebagai dasar untuk kalender yang lebih akurat dari kalender Cina yang ada. Penerjemahan Korea dari Huihui Lifa, sebuah teks yang memadukan astronomi Cina dengan astronomi Islam, dipelajari di Korea di bawah Dinasti Joseon pada masa Sejong yang Agung pada ahad ke-15. Tradisi astronomi Cina-Islam bertahan di Korea sampai awal abad ke-19. Namun, karena isolasi politik dan geografis Korea selama periode Joseon, Islam sempat menghilang di Korea dan diperkenalkan kembali pada abad ke-20.

Islam diperkenalkan ke Korea oleh Brigade Turki yang datang untuk membantu Korea selama perang. Sejak itu, Islam terus tumbuh di Korea dan diadopsi oleh kalangan penduduk asli Korea yang cukup signifikan.

Islam diperkenalkan ke Korea oleh Brigade Turki yang datang untuk membantu Korea selama perang. Sejak itu, Islam terus tumbuh di Korea dan diadopsi oleh kalangan penduduk asli Korea yang cukup signifikan.

Seoul Central Mosque

Seoul Central Mosque adalah masjid pertama di Korea Selatan adalah Seoul Central Masjid and Islamic Center yang berada di kota Itaewon. Arsitekturnya yang khas itu membuat wisatawan akan dengan mudah mengenali masjid ini. Di pintu utama terdapat tulisan 'Allahu Akbar' yang cukup besar. 


Masjid itu juga dikatakan satu-satunya masjid kota yang jika hujan tiba berubah menjadi kota sejuta payung. Bagi warga setempat dan non muslim, masjid ini merupakan titik destinasi wisata karena keindahan arsitekturnya.

Kaum muslimin yang tinggal di Seoul lebih mengenal sebagai Masjid Itaewon. Masjid Itaewo selalu penuh setiap hari Jumat, tidak kurang dari 500 Jamaah shalat Juma’t dari dalam Masjid sampai hingga ke halaman Masjid. Setelah shalat Juma’t, biasanya banyak orang berkelompok sesuai dengan kebangsaannya (para mahasiswa dari Indonesia atau Malaysia yang jumlahnya lebih dominan dibandingkan dengan para mahasiswa Muslim dari Negara lainnya).

Cecep Syamsul Hari dalam situs koreana.or.kr menjelaskan setiap hari Juma’t, wajah-wajah Muslim dari kalangan imigran asal Asia Tenggara dan Timur Tengah, dan komunitas Muslim asli warga Seoul ini mudah ditemukan di Masjid Itaewon dan sekitarnya. Adapun khutbah jurmat disampaikan dalam tiga bahasa, dan tiga khatib yang bergiliran menyampaikan. Satu orang berasal dari Pakistan, seorang dari Indonesia, dan yang lainnya Korea sendiri.

Khutbah pertama menggunakan bahasa Arab dan bahasa Inggris. khutbah kedua disampaikan yang isinya dalam bahasa Korea. "Khutbah dalam tiga bahasa itu betul-betul sangat mem-bantu jamaah shalat Juma’t. Apalagi pengurus masjid menyediakan buletin gratis yang berisi khutbah dalam tiga bahasa itu," tandasnya.

Mushala di Kampus-kampus

Pada tahun 2010, Universitas Kookmin telah membangun tempat ibadah untuk Muslim berukuran 40 meter persegi. Ruang ibadah tersebut untuk 86 siswa dari negara-negara Muslim yang belajar di sana di bawah nama Saudi Club.


Begitupun dengan Kyung Hee University, ia menyediakan ruang doa untuk sekitar 60 siswa Muslim. Sementara itu, Sungkyunkwan University baru membangun sebuah ruang doa khusus di asramanya pada tahun 2013, yang digunakan oleh sekitar 170 siswa dari negara-negara Muslim.

Setelah Korean Wave mencoba merekrut mahasiswa dari negara-negara Universitas Korea juga melakukan upaya untuk memenang-kan hati umat Islam. Selain itu, Universitas Sejong juga mulai menyediakan tempat ibadah bagi mahasiswa Muslim di ruang bawah tanah asrama dan menyediakan menu makanan halal.

Seorang warga Pakistan yang bekerja pada gabungan guru dan program doktor dalam studi konten digital di Sejong University, Aslan seperti dilansir OnIslam (14/5) mengatakan dengan disediakan tempat ibadah maka ia dan 50 mahasiswa Muslim di Univeisitas dapat melakukan ibadah secara damai dan bebas lima kali sehari.

Mengadaptasi Sistem Halal UEA

Korea Selatan akan mengadaptasi sistem halal Uni Emirat Arab (UEA) yang diharapkan bisa menjadi katalis perdagangan produk hewan. "Program sistem sertifikasi halal UEA akan dikenalkan di Korea Selatan. Kami harap produk-produk Korea Selatan akan makin populer di UEA," ungkap Duta Besar Korea Selatan untuk UEA Kwon Hae-ryong seperti dikutip The National, Selasa (1/9).

Korea Selatan bahkan membuka Kantor Pusat Perdagangan Agro Korea di Abu Dhabi. Kantor ini akan bertukar informasi mengenai sertifikasi halal dengan Otoritas Standardisasi dan Metrologi Emirat (Esma). "Perdagangan kedua negara sangat intensif. Permintaan produk-produk Korea Selatan juga meningkat dari tahun ke tahun," kata Presiden CEO Korea Agro-Fisheries and Food Trade Corporation Kim Jae-soo.

Wisata Halal di Korsel

Pada 2014 Negeri Ginseng berhasil mencapai jumlah pengunjung 1.4 juta wisatawan, sebanyak 750 ribu di antaranya adalah Muslim. Tingginya minat Muslim yang berwisata ke Korsel mem-buat negara itu terus berbenah, salah satunya menghadirkan restoran halal.

Pada 2017 nanti Korsel mengincar sekitar 20 juta wisatawan Muslim untuk berkunjung ke negara itu. Korea Selatan pun terus berupaya menarik perhatian wisatawan Muslim dari berbagai negara di dunia. Karenanya, mulai tahun 2016 kota metropolitan di Korsel akan memiliki restoran masakan Korea yang bersertifikat halal. Saat Korsel baru memiliki lima restoran halal bersertifikat.

Restoran baru akan dibuka di Daegu dan akan menjadi restoran kedua yang menawarkan menu halal Korea, setelah satu resto di kawasan Itaewon, Seoul. "Kami melihat beberapa Muslim Korea juga tertarik membuka restoran halal Korea," kata seorang pejabat kota, beberapa waktu lalu, seperti dikutip laman Muslim Village.
Pemerintah kota pun menyambut hangat rencana tersebut. Restoran di Daegu itu berencana mendapatkan sertifikasi halal dari Malaysia. Menu Korea di restoran ini, termasuk bulgogi, bibimbap, dan ikan bakar.

"Kami berencana mendukung pembukaan restoran halal tahun depan dengan memberikan bantuan dana dan dukungan lainnya kepada mereka, "katanya. Menurutnya, ada tiga pemasok bahan makanan yang juga akan membuka tempat di restoran tersebut.

Jumrah.com
 

Peradilan Terbesar Sepanjang Sejarah Islam

by
Peradilan Terbesar Sepanjang Sejarah Islam
Sejarah peradaban manusia saat ini telah melewati berbagai macam peristiwa peradilan baik kecil maupun bahkan besar. Dalam suatu masa, terjadi peradilan terbesar yang tercatat dalam sejarah Islam, yakni peradilan yang terjadi di Samarkand. Sebuah kota besar, yang sekarang menjadi salah satu bagian dari Republik Rusia (salah satu Provinsi di Uzbekistan), dekat negeri Cina.

Di kala itu, penduduk Samarkand adalah penyembah berhala yang mereka buat sendiri dari bebatuan yang disemati dengan permata. Berhala-berhala itu ada pada kuil di puncak gunung. Dan kuil itu tergolong kuil khusus bagi para biarawan. Adapun selain mereka, maka mereka memiliki kuil-kuil kecil yang tersebar d tengah Samarkand. Mereka memiliki pasukan tentara yang kuat untuk melindungi masyarakat di sana.

Khalifah Umar bin ‘Abdul ‘Aziz rahimahullah yang menjadi pemimpin umat muslimin juga memiliki pasukan elit yang paling tangguh di masa itu. Dibawah komando panglima Qutaibah bin Muslim, reputasi kekuatan pasukan muslim telah sampai juga ke negeri Cina.

Pada tahun 87 Hijriyah (705 Masehi), pasukan kaum muslimin bergerak menuju Samarkand. Kala mereka sampai di dataran tinggi Samarkand, sang Panglima Qutaibah bin Muslim memerintahkan pasukannya untuk bersembunyi di balik gunung agar penduduk Samarkand tidak melihat kedatangan pasukan kaum muslimin. Disaat yang tepat, ribuan pasukan muslim menyerbu kota itu dengan seluruh pasukan dari balik gunung, dengan sangat cepat.

Tiba-tiba saja mereka telah berada di tengah kota, menundukkannya seraya bertakbir menyebut asma Allah. Maka penduduk Samarkand tidak memiliki kekuatan apapun kecuali harus menyerah total. Sementara para biarawan berlarian menuju kuil besar di puncak gunung, para penduduk pun lari bersembunyi ke dalam rumah-rumah mereka. Situasi pun dikuasai kaum muslimin.

Karena takutnya penduduk Samarkand bahkan mereka menyuruh anak-anak untuk mencari air dan makanan. Kaum muslimin tidak menghalangi mereka, bahkan mereka membantu anak-anak tersebut dengan membawakan air serta makanan, lalu anak-anak itu masuk ke dalam rumah-rumah keluarganya dengan penuh kegembiraan seraya membawa makanan dan air.

Mulailah situasi berangsur tenang dan tentram, penduduk Samarkand kembali berniaga, bertani, dan tetap menjadi milik mereka. Keberadaan semua itu tetap seperti semula, tidak berkurang sedikitpun. Kehidupan normal pun berjalan antara kaum muslimin dan penduduk Samarkand dengan perniagaan.

Mereka mendapati bahwa kaum muslimin adalah orang-orang yang terpercaya dalam niaga, tidak berdusta, tidak menipu dan tidak berbuat zhalim. Kekaguman itu semakin bertambah dengan adanya perselisihan antara dua orang, satu dari penduduk Samarkand dan yang lain dari kaum muslimin. Ketika keduanya pergi ke Qodhi (hakim), maka Qodhi itu pun memenangkan kasus itu untuk orang Samarkand.

Lalu sampailah berita tersebut ke para rahib yang lari dan bersembunyi di kuil. Lalu mereka berkata, "Jika Qodhi mereka adil, maka pastilah khalifah mereka itu juga adil." Maka mereka mengutus salah seorang dari mereka untuk pergi menghadap khalifah kaum muslimin, Umar bin 'Abdul 'Aziz rahimahullah, lalu mengabarkan kepada beliau tentang apa yang terjadi terhadap mereka karena pasukan kaum muslimin.

Lalu pergilah utusan mereka, seorang pemuda, hingga sampai di Damaskus dengan dada penuh rasa ketakutan. Saat dia melihat sebuah istana besar, dia berkata dalam hatinya, "Sesungguhnya ini adalah istana pemimpin mereka." Akan tetapi saat dia melihat manusia masuk dan keluar tanpa penghalang dan pengawasan, dia terdorong untuk masuk, lalu dia pun masuk sementara dia tidak tahu bahwa tengah memasuki masjid Umawi yang disemati batu-batu mulia, dan hiasan-hiasan keIslaman, dan tempat-tempat adzan yang menjulang.

Kemudian dia mendapati manusia ruku' dan sujud, lalu dia perhatikan tempat yang indah tersebut, dimana dia lihat kaum muslimin berbaris lurus dan rapi. Dia tercengang, bagaimana jumlah besar ini berbaris dengan begitu cepatnya?

Setelah kaum muslimin selesai shalat, dia berdiri, lalu menuju salah seorang muslim dan bertanya tentang istana Khalifah, "Di mana pemimpin kalian." Sang muslim menjawab, "Dia tadi yang shalat mengimami manusia, tidakkah kamu melihatnya?"

Dia menjawab, "Tidak."

Muslim itu berkata, "Bukankah Engkau tadi shalat bersama kami?"

Dia menjawab, "Apa itu shalat?"

Muslim itu bertanya, "Bukankah Engkau seorang muslim?" Dia menjawab, "Tidak"

Muslim itu tersenyum kemudian bertanya lagi, "Apa agamamu?"

Dia menjawab, "Agamanya para dukun Samarkand."

Muslim itu bertanya, "Apa agama mereka?"

Dia menjawab, "Mereka menyembah patung besar."

Muslim itu berkata, "Kami kaum muslimin menyembah Allah 'azza wa jalla, tidak menyekutukan-Nya dengan apapun."

Orang muslim itu memberikan arah rumah Amirul Mukminin (pemimpin orang-orang mukmin). Lalu pemuda itu pergi mengikuti arahan tersebut. Dia mendapati sebuah bangunan rumah tua dari tanah.

Dia menjumpai seorang laki-laki di bagian tengah rumah itu sedang memperbaiki temboknya, sementara bajunya penuh dengan kotoran tanah. Tanpa sepatah kata keluar dari mulutnya pun dia mundur dan kembali arah masjid menemui orang muslim tadi di masjid seraya berkata, "Apakah kamu mempermainkanku? Aku bertanya kepadamu tentang pemimpin kalian, lalu kamu kirim aku kepada seorang fakir yang tengah memperbaiki tembok rumah?"

Maka seorang muslim itu berdiri bersama pemuda tersebut hingga sampai ke rumah Khalifah Umar bin 'Abdil 'Aziz, Amirul Mukminin. Lalu orang muslim itu memberikan isyarat, "Dialah sang pemimpin yang tengah memperbaiki tembok." Maka pemuda itu berkata,"Janganlah kamu mempermainkan aku dua kali."

Berkatalah orang muslim itu, "Demi Allah, dialah Khalifah."

Kagetlah sang pemuda, seraya teringat dukun-dukunnya yang sombong terhadap manusia. Di saat dia terheran-heran sambil mengamati, datanglah seorang wanita bersama putranya. Wanita itu meminta kepada Amirul Mukminin untuk menambah jatah pemberian kepadanya dari baitul mal kaum muslimin, karena anaknya banyak.

Di saat wanita itu berbicara, anaknya bertengkar dengan anak Amirul Mukminin karena sebuah mainan. Lalu anaknya memukul kepala anak Amirul Mukminin, hingga kepalanya berdarah. Lantas istri Amirul Mukminin segera mengambil putranya sambil berteriak keras kepada wanita tersebut. Maka wanita itu ketakutan karena perbuatan putra kecilnya terhadap putra Amirul Mukminin.

Kemudian Amar bin 'Abdil 'Aziz masuk ke dalam rumah, lalu membalut kepala putranya, kemudian keluar menemui wanita itu seraya menenangkannya dari ketakutan, lalu mengambil mainan dari putranya dan memberikannya kepada anak wanita tersebut. Kemudian dia berkata, "Pergilah kepada bendahara, katakana kepadanya agar dia menaikkan pemberian kepadamu."

Maka istri Amirul Mukminin berkata, "Putramu telah terkena pukul, kemudian engkau menaikkan harta jatah untuknya serta memberi hadiah mainan kepada putranya?" Umar bin 'Abdul 'Aziz menjawab, "Engkau telah membuatnya takut, sementara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, "Siapa yang membuat seorang muslim ketakutan, maka Allah akan membuatnya ketakutan pada hari kiamat…" Kemudian dia melanjutkan pembenahan tembok.

Pemuda Samarkand tersebut melihat pemandangan itu dengan sangat terheran-heran. Di sinilah dia berani untuk maju dengan langkah pelan menuju Umar bin 'Abdil ‘Aziz seraya berkata , "Anda pemimpin kaum muslimin?"

Sang Amir menjawab, "Benar, apa keperluanmu?"

Dia berkata, "Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya aku terzhalimi."

Sang Amir pun berkata, "Atas siapa kamu mengadukan perkara."

Dia menjawab, "Atas Qutaibah bin Muslim."

Maka Sang Amir tahu bahwa itu bukan pengaduan antara dua orang.

Maka pemuda utusan itu meneruskan pengaduannya, "Para dukun Samarkand telah mengutusku, dan mereka mengatakan bahwa di antara kebiasaan kalian adalah ketika kalian ingin membuka negeri manapun, kalian akan memberikan kepada mereka tiga pilihan, kalian ajak mereka kepada Islam, atau membayar jizyah, atau perang."

Sang Khalifah menjawab, "Ya dan termasuk hak negeri itu adalah memilih satu di antara tiga pilihan tersebut."

Pemuda itu berkata keheranan, "Dan bukankah itu termasuk hak kalian untuk memutuskan (sepihak), mengagetkan, dan menyerang?!”

Sang Khalifah menjawab, "Ya, Allah subhanahu wa ta”ala telah memerintah kami demikian, dan Rasul kami telah melarang kami dari kezhaliman."

Pemuda itu berkata, "Ada pun Qutaibah bin Muslim tidak melakukannya, bahkan dia dan pasukannya telah mengagetkan kami."
Tatkala sang khalifah mendengar hal itu, dia tidak mengeluarkan perintah apapun. Bukan termasuk kebiasaannya mendengar hanya dari satu pihak. Dia harus meyakinkan hal itu.

Dia pun mengeluarkan satu kertas kecil, lalu menulis dua baris kalimat, kemudian menutup dan menyetempelnya, lalu berkata kepada pemuda itu, "Kirimkan ini kepada Gubernur Samarkand, dia akan mengangkat kezhaliman dari dirimu."

Pemuda itupun kembali dari Damaskus menuju Samarkand, menempuh padang pasir dan gunung-gunung, dengan berkata, "Kertas, apa yang bisa dia lakukan di hadapan pasukan kaum muslimin?" Saat dia sampai di Samarkand, dia beritakan apa yang terjadi kepada dukun.

Maka mereka pun berkata kepadanya,"Berikan kertas itu kepada Gubernur." Maka pemuda itu memberikannya kepada gubernur. Gubernur merasa aneh dan heran dengan surat itu. Akan tetapi dia mengenal stempel Amirul Mukminin, maka dia pun meyakinkan dirinya bahwa surat itu benar dari Khalifah, kemudian membukanya. Dan ternyata yang tertulis di dalamnya adalah:

"Dari Amirul Mukminin kepada Gubernur Samarkand. Assalamu’alaikum warahmatullahi wabaraktuhu. Angkatlah seorang hakim yang akan memberikan peradilan antara dukun Samarkand dan Qutaibah bin Muslim, dan jadilah kamu mengganti kedudukan Qutaibah." Maksud dari "jadilah kamu mengganti kedudukan Qutaibah" adalah janganlah mengganggu Qutaibah yang sibuk melakukan penaklukan ke beberapa negeri. Dia sudah cukup sibuk, karena itu wakililah dia.

Gubernur mengangkat seorang hakim dengan cepat. Akan tetapi sang hakim bersikeras untuk menghadirkan Qutaibah karena perhatiannya terhadap keadilan, serta kekhawatirannya, bahwa ada perkara samar atas gubernur yang tidak mengetahuinya kecuali Qutaibah. Maka dia menentukan janji hingga panglima itu bisa hadir.

Kala itu Panglima Qutaibah bin Muslim telah menyelesaikan perjalanannya, dan telah dekat dengan Cina untuk menaklukkannya. Kemudian datanglah perintah hakim, maka dia kembali setelah menempuh perjalanan panjang. Saat para dukun itu mengetahui kedatangan Qutaibah, mereka mulai mengucurkan keringat. Sebelum Qutaibah masuk masjid yang di dalamnya akan diadakan peradilan, dia letakkan pedangnya dan menanggalkan sandalnya, kemudian berjalan menuju depan hakim, lalu sang hakim berkata. "Duduklah kamu di sisi penuntutmu."

Peradilan pun di mulai:

Pembesar dukun berdiri seraya berkata, "Sesungguhnya Qutaibah bin Muslim masuk ke negeri kami tanpa peringatan. Sememntara seluruh negeri telah dia beri peringatan dan pilihan yakni, dakwah kepada Islam, atau membayar jizyah, atau perang, kecuali kami, dia menyerang kami tanpa peringatan."

Maka hakim menoleh kepada Qutaibah seraya berkata, "Apa bantahanmu atas pengaduan ini?"

Berkatalah Qutaibah, "Mudah-mudahan Allah memperbaiki urusan sang hakim. Peperangan itu adalah tipu daya, negeri ini adalah negeri yang besar. Seluruh negeri sebelumnya melawan, mereka tidak ridha dengan jizyah dan tidak ridha dengan Islam. Seandainya kami memerangi mereka setelah peringatan, maka mereka akan melawan kami dan akan lebih banyak lagi dari apa yang kami bunuh di tengah mereka.

Dan Alhamdulilah, dengan cara mengagetkan ini, kami telah melindungi kaum muslimin dari bahaya besar, sebagaimana juga akan menjadi mudah bagi kami untuk menaklukkan negeri-negeri setelahnya. Jika kami mengagetkan mereka, maka sesungguhnya kami telah menyelamatkan mereka dan memasukkan mereka ke dalam keselamatan.”

Sang hakim berkata, "Wahai Qutaibah, apakah kamu telah mengajak mereka kepada Islam atau jizyah atau perang?"

Qutaibah menjawab, "Tidak, bahkan kami mengagetkan mereka karena bahaya besar mereka."

Berkatalah sang hakim, "Wahai Qutaibah, aku telah memutuskan, dan atasnya peradilan selesai. Wahai Qutaibah, tidaklah Allah subhanahu wa ta”ala menolong umat ini kecuali denga agama, menjauhi pengkhianatan, dan menegakkan keadilan. Demi Allah, tidaklah kita keluar dari rumah-rumah kita kecuali karena berjihad di jalan Allah. Kita tidak keluar untuk menguasai bumi, dan menipu negeri kemudian berjaya di dalamnya tanpa hak."

Kemudian sang hakim memutuskan perkara, "Aku memutuskan agar seluruh pasukan kaum muslimin keluar dari negeri ini, dan mengembalikannya kepada penduduknya, serta memberikan mereka kesempatan untuk bersiap-siap perang, kemudian memberikan mereka pilihan antara Islam, jizyah dan perang. Jika mereka memilih perang, maka perang.

Dan hendaknya seluruh kaum muslimin semuanya keluar dari Samarkand dengan berjalan kaki sebagaimana mereka memasukinya (yaitu tanpa hasil perniagaan) dan menyerahkan kota ini kepada penduduknya. Yang demikian itu demi melaksanakan syariat Allah subhanahu wa ta'ala dan sunnah Nabi-Nya Muhammad shallallahu “alaihi wa sallam ."

Mulailah kaum muslimin keluar dari kota tersebut, bahkan sang hakim pun berdiri dan keluar di hadapan pandangan para dukun.

Para dukun tidak mempercayai perkara tersebut, dan mereka merasa seakan-akan tengah berada dalam mimpi. Para penduduk Samarkand melihat seluruh kaum muslimin keluar dari kota hingga kota sunyi dari kaum muslimin.

Maka pemuda utusan para dukun itu berkata, "Demi Allah, agama mereka benar-benar agama yang hak. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang hak selain Allah, dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah."


Tidak lama setelah itu para dukun pun membaca kalimat Syahadat (masuk Islam), kemudian seluruh penduduk Samarkand pun masuk Islam dan meminta kepada kaum muslimin untuk kembali ke kota seraya mengatakan, "Kalian adalah saudara-saudara kami.”
 

------------
Sepenggal kisah peradilan terbesar dalam sejarah yang tercatat dalam lembaran sejarah masa lalu dan terabadikan untuk menjadi pelajaran bagi masa sekarang. Satu lembar dari sekian banyak lembaran sejarah ke-Islaman kita yang membuktikan akan keadilan Islam dalam segala situasi &amp; kondisi, baik terhadap sesama muslim maupun kepada selain muslim. Sebuah gambaran dari sekian banyak potret keadilan Islam yang kini mungkin telah hilang dan terlupakan.
 

Sumber:
-Syaikh Ali Thanthawi, Qashah Min al-Tarikh; Qisshah Qadhiyyah Samarkand
-Khutbah “Samahatul Islam” oleh Syaikh Muhammad Hassan -dll

Ditulis oleh: Syaikh Mamduh Farhan al Buhairi, Majalah Qiblati edisi 09 tahun V

Rekam Jejak Kerajaan Islam di Asia Tenggara

by
Rekam Jejak Kerajaan Islam di Asia Tenggara
Penyebaran Islam di wilayah Asia Tenggara ditandai dengan berdirinya kesultanan Islam di kawasan ini. Sejarah perkembangan kesultanan Islam di Asia Tenggara tidak lepas dari kepentingan perdagangan dan syiar agama yang dibawa oleh para saudagar dan ulama muslim dari Asia Barat, sejak abad ke 13 Masehi.

Jejak-jejak Islam di Asia Tenggara diawali pada abad ke-13. Islam menyebar ke berbagai wilayah di Asia Tenggara tidak secara bersamaan tetapi melalui rangkaian sejarah yang panjang. Kala itu Kerajaan-kerajaan dan wilayah ini berada dalam situasi politik dan kondisi sosial budaya yang berbeda-beda. Namun masuknya Islam memberi pengaruh yang sangat besar, bahkan hingga hari ini.

> ABAD KE 13 MASEHI

Kesultanan Samudera Pasai
Berdirilah Kesultanan Samudera Pasai, kesultanan Islam pertama di Nusantara yang berlangsung pada abad ke 13-15. Terletak di Aceh Utara, sebagai jalur laut dan perdagangan yang strategis di kawasan Nusantara.

Para pedagang muslim asal Arab, Cina dan India memasuki daerah ini untuk berdagang dan menyebar-kan Islam. Kesultanan Samudera Pasai mendapat sumber penghasil-an yang besar dari pajak bandara laut dan perdagangan. Namun pada 1521 Masehi, ditaklukkan Portugis.

Jejak Kesultanan Samudera Pasai dapat diketahui antara lain dengan ditemukannya uang dirham emas dengan tulisan nama salah satu Sultan yang memerintah kala itu.

Kesultanan Sulu
Pada 1380 M, Karim ul-Makdum seorang ulama keturunan Arab, menyebarkan Islam di Kepulauan Sulu. Dilanjutkan Raja Bagindo dari Minangkabau pada 1390, menyebarkan Islam di wilayah ini. Raja Bagindo telah mengislamkan masyarakat Sulu sampai ke Pulau Sibutu.

Sekitar 1450 M, seorang Arab dari Johor, Sharif ul-Hashim Syed Abu Bakr tiba di Sulu menikahi Paramisuli, putri Raja Bagindo. Setelah Raja tiada, Abu Bakr melanjutkan dakwah di wilayah ini.

Pada 1457, ia memgumumkan berdirinya Kesultanan Sulu dengan gelar Paduka Maulana Mahasari Sharif Sultan Hashim Abu Bakr. Gelar 'Paduka', gelar lokal yang berarti tuan sedangkan Mahasari berarti Yang Dipertuan. Pada 1703, Kesultanan Brunei menghadiahkan Kesultanan Sulu wilayah bagian timur Sabah sebagai balas jasa atas bantuan mereka menumpas pemberontak di Brunei.

Kala itu, Kesultanan Sulu menghadiahkan Pulau Palawan kepada Sultan Qudarat dari Kesultanan Maguindanao sebagai hadiah perkawinan Sultan Qudarat dengan puteri Sulu dan juga sebagai hadiah persekutuan Maguindanao dengan Sulu. Namun kemudian, Sultan Qudarat menyerahkan Palawan kepada Spanyol.

> ABAD KE 14 MASEHI


Kesultanan Malaka
Letak Kesultanan ini berada di Semenanjung Malaka. Islam di Malaka berasal dari Kesultanan Samudera Pasai. Pendiri Kesultan-an Malaka adalah Paramesywara, seorang pangeran dari Sriwijaya. Ia menikahi putri Sultan Samudera Pasai dan masuk Islam. Kesultanan ini mencapai kejayaan di era Sultan Muzaffar Syah, 1445-1459.

Portugis menaklukkan Malaka pada 1511 Masehi. Peninggalan Kesultanan Malaka berupa koin mata uang dari akhir abad ke-15 dan benteng A'Farmosa, sebagai bukti ditaklukkannya Malaka oleh pasukan Portugis.

Kesultanan Brunei Darussalam
Kesultanan Brunei Darussalam adalah kesultanan Islam yang ada di Kalimantan bagian utara. Awal masuknya Islam ke Brunei dibawa oleh saudagar asal Cina pada 977 Masehi. Setelah Raja Awang Alak Betatar masuk Islam, ia merubah kerajaan itu menjadi kesultanan (1406-1408). Kata 'Darussalam' disematkan pada kata 'Brunei' di abad ke-15 untuk menegaskan Islam sebagai agama negara.

Kesultanan ini menjadi pusat penyebaran Islam sekaligus perdagangan di wilayah Melayu kala Malaka jatuh ke tangan Portugis. Kesultanan Brunei Darussalam dikuasai Inggris pada 1888 M, dimasa Sultan Hasyim Jalilu Agera-maddin. Namun Inggris memberi kemerdekaan pada tahun 1983 M.

> ABAD KE 15 MASEHI

 
Kesultanan Islam Pattani
Kehadiran Islam di Pattani dimulai dari kedatangan mubalig dari Pasai Syekh Said, yang berhasil menyem-buhkan Raja Pattani bernama Phaya Tu Nakpa yang sedang sakit parah. Phaya Tu Nakpa (1486-1530 M) yang beragama Budha kemudian masuk Islam dan bergelar Sultan Ismail Syah.

Kesultanan Pattani mengalami kemajuan pesat setelah menjalin hubungan dagang dengan Malaka, dan menjadi pusat perdagangan dan bandar laut, terutama bagi pedagang dari Cina dan India. Kejayaan Pattani berakhir setelah dikalahkan Kerajaan Siam dari
Bangkok. Peninggalan Pattani berupa nisan kubur yang disebut
Batu Aceh sebagai simbol hubung-an dekat dengan Samudera Pasai.

Kesultanan Ternate
Kesultanan Islam terbesar Maluku berada di Ternate. Islam di daerah ini disebarkan oleh para ulama dan pedagang dari Pulau Jawa. Islam jadi agama kerajaan di era Sultan Zainal Abidin.

Kesultanan Ternate menjadi salah satu pusat penyebaran Islam dibagian timur Nusantara, mencapai kejayaannya di era pemerintahan Sultan Babullah. Dalam perdagang-an. Masa Kesultanan Ternate berakhir setelah ditaklukkan oleh VOC pada 1660. Peninggalannya, diantaranya Benteng Portugis dan istana di Ternate, Maluku Utara.

> ABAD KE 16 MASEHI

Kesultanan Aceh Darussalam
Kesultanan Aceh adalah kerajaan Islam yang berada di bagian utara Sumatera. Didirikan pada 1541 M oleh Sultan Ali Mughayat Syah. Kesultanan Aceh menggantikan peran Kesultanan Samudera Pasai dan Kesultanan Malaka, terutama dalam perdagangan dan pelayaran yang telah dikuasai oleh Portugis.

Kejayaan Kesultanan Aceh terjadi di era Sultan Iskandar Muda, yang akhirnya jatuh ke tangan Belanda pada 1912 M. Peninggalan sejarah Kesultanan Aceh antara lain Masjid Raya Baiturrahman di Banda Aceh dan Cakra Donya, yaitu lonceng hadiah dari kaisar Cina.

Kesultanan Demak (1500 – 1550 Masehi)
Di Jawa, berdiri Kesultanan Demak,kesultanan Islam dipimpin Raden Fatah, bupati Majapahit di Bintoro. Mencapai puncak kejayaan saat di- pimpin oleh Sultan Trengono. Kesultanan Demak telah berhasil melebarkan kekuasaannya sampai ke luar Jawa, seperti Kesultanan Banjar, Kerajaan Kotawaringin, dan Kesultanan Kutai di Kalimantan. Namun terjadi kemunduran di era Sunan Prawoto karena beberapa wilayah terjadi pemberontakan.

Peninggalan Kesultanan Demak yang populer adalah Masjid Agung Demak. Ciri khas masjid ini adalah bangunannya ditopang empat tiang atau saka guru yang dibangun empat orang sunan dari sembilan wali (Wali Songo), yaitu Sunan Ampel, Sunan Gunung Jati, Sunan Bonang, dan Sunan Kalijaga.

Kesultanan Cirebon
Kerajaan Islam pertama di Jawa Barat, adalah Kesultanan Cirebon yang didirikan pada 1450 M, oleh Pangeran Walangsungsang. Tokoh yang berperan menjadikan Cirebon sebagai Kesultanan Islam adalah Syarif Hidayatullah.

Sepeninggalan Panembahan Girilaya 1650-1662M, Kesultanan Cirebon diwarisi kedua anaknya, terbagi menjadi dua Kesultanan Kasepuhan dan Kesultanan Kanoman. Meski tak memiliki kekuasaan administratif, Kesultanan ini tetap bertahan hingga kini.

Kesultanan Banjar
Kesultanan Islam ini terletak di bagian selatan Kalimantan. Pada awalnya bernama Daha, sebuah kerajaan Hindu yang kemudian menjadi kesultanan Islam.

Berdiri pada 1595 M dengan raja pertama Sultan Suriansyah. Islam masuk ke wilayah Banjar pada 1470 Masehi, bersamaan dengan melemahnya Majapahit di Jawa. Penyebaran Islam secara meluas dilakukan oleh Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, ulama yang menjadi Mufti Besar Kalimantan. Pada 1857-1859, Kesultanan ini mengalami kemunduran dengan munculnya pergolakan menentang pengangkatan Pangeran Tamjidillah sebagai sultan oleh Belanda.

Pada 1859-1905, terjadi Perang Banjar yang dipimpin Pangeran Antasari (1809-1862) melawan Belanda, yang akhirnya Belanda menghapuskan Kesultanan Banjar pada 1860. Peninggalan sejarah Kesultanan Banjar dapat dilihat dari bangunan masjid di Desa Kuin, Banjar Barat (Banjarmasin) yang dibangun pada masa pemerintahan Sultan Tamjidillah.

Kesultanan Banten
Ini adalah kesultanan terbesar di Jawa Barat. Kesultanan Banten didirikan Sunan Gunung Jati pada tahun 1524 Masehi. Pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin, Islam telah mengalami perkembangan pesat. Ditandai dengan berdirinya masjid dan pesantren.

Kesultanan Banten mencapai masa keemasannya di masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa pada tahun 1651 1683. Namun, mengalami kemunduran setelah terjadi perang melawan Belanda. Peninggalannya berupa Masjid Agung Banten, Menara Banten, Benteng Speelwijk, dan bekas Keraton Surosowan.

Kesultanan Buton
Kesultanan Buton adalah kerajaan Islam yang berada di Pulau Buton, Sulawesi tenggara. Kerajaan Buton menjadi kesultanan setelah Halu Oleo, raja ke-6, memeluk Islam. Penyebaran Islam secara meluas oleh syekh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman al-Patani, seorang ulama dari Kesultanan Johor. Peninggalan sejarah Kesultanan Buton berupa Benteng Kraton dan Batupoaro, yaitu batu tempat mengasingkan diri bagi Syekh Abdul Wahid di akhir keberadaannya di Buton.

Kesultanan Goa
Kesultanan Goa terletak di sebelah selatan Pulau Sulawesi. Kerajaan Goa berubah menjadi kesultanan pada akhir abad ke-16, di masa pemerintahan Sultan Alauddin (1593-1639). Di era Sultan Hasanuddin terjadi perang Makassar melawan Belanda, yakni di tahun 1666-1669 M.

Kesultanan Goa dikuasai Belanda setelah dipaksa menyerah dan menandatangani Perjanjian Bongaya. Peninggalan Kesultanan Goa berupa kompleks makam Sultan Goa dan bekas rumah Sultan Goa terakhir di Makassar.

Kesultanan Johor
Kesultanan Johor berdiri setelah Kesultanan Malaka takluk oleh Portugis. Sultan Alauddin Riayat Syah membangun Kesultanan Johor pada sekitar tahun 1530-1536 Masehi.

Kejayaan kesultanan ini terjadi pada masa Sultan Abdul Jalil Riayat Syah II. Kesultanan Johor memperkuat dirinya dengan mengadakan aliansi bersama Kesultanan Riau sehingga disebut Kesultanan Johor-Riau, yang berakhir setelah Raja Haji wafat dan wilayah menjadi kekuasaan Belanda.

Kesultanan Kutai
Kesultanan Kutai berada disekitar Sungai Mahakam, Kalimantan bagian timur. Pada awalnya, Kutai adalah kerajaan yang dipengaruhi ajaran Hindu dan Budha. Islam berkembang di wilayah Kutai di era Aji Raja Mahkota pada 1525-1600 Masehi.

Penyebaran Islam dilakukan oleh seorang mubalig bernama Said Muhammad bin Abdullah bin Abu Bakar al-Warsak. Kesultanan ini mencapai kejayaannya pada masa Aji Sultan Muhammad Salehuddin (1780-1850). Namun, mengalami kemunduran setelah ia meninggal dunia. Peninggalannya berupa makam para sultan yang terletak di Kutai Lama, dekat Anggana.

Kesultanan Pajang Kesultanan Islam pertama dipedalaman Jawa adalah Kesultan-an Pajang, yang didirikan oleh Joko Tingkir pada 1546, setelah Sultan Trenggono (Demak) wafat. Joko Tingkir atau Sultan Adiwijaya membawa Islam dari wilayah pesisir menuju pedalaman Jawa.

Kesultanan ini berlangsung selama 45 tahun, namun ditaklukkan oleh Mataram pada 1618. Peninggalan Kesultanan Pajang berupa makam Pangeran Benowo.

  
Kesultanan Mataram
Kesultanan Mataram berdiri sejak 1582 Masehi, berawal dari wilayah Kesultanan Pajang, hadiah dari Sultan Adiwijaya kepada Kiai Ageng Pamanahan. Sultan I Mataram adalah Panembahan Senopati (1582-1601).


Puncak kekuasaan Kesultanan Mataram terjadi di era Sultan Agung (1613-1645). Selanjutnya melemah sejak terjadi perpecahan wilayah akibat Perjanjian Giyanti serta campur tangan Belanda. Pada akhirnya Kesultanan ini terbagi menjadi empat wilayah yaitu Kesultanan Yogyakarta, Pakualaman, Kasunanan Surakarta, dan Mangkunegara. Peninggalannya antara lain pintu gerbang Masjid Kotagede di Yogyakarta.

Kesultanan Palembang
Pada awalnya, Kesultanan Palembang termasuk dalam wilayah kekuasaan Kesultanan Demak. Sultan pertama sekaligus pendiri Kesultanan ini adalah Ki Gendeng Suro (1539-1572).Pengetahuan dan keilmuan Islam berkembang pesat dengan hadirnya ulama Arab yang menetap di Palembang.

Kesultanan Palembang menjadi bandar transit dan ekspor lada karena letaknya yang strategis.Belanda kemudian menghapuskan Kesultanan Palembang setelah berhasil mengalahkan Sultan Mahmud Badaruddin. Salah satu peninggalan Palembang adalah Masjid Agung Palembang yang didirikan pada era kepemimpinan Sultan Abdur Rahman.

> ABAD KE 17 MASEHI

Kesultanan Bima Kesultanan Bima adalah kerajaan Islam yang berada di Sumbawa bagian timur. pada 1620 Kerajaan Bima berganti menjadi kesultanan Islam setelah rajanya, La Ka'i, memeluk Islam dan mengganti namanya menjadi Sultan Abdul Kahir.

Pada masa pemerintahan Sultan Abdul Khair Sirajuddin (1640-1682), Kesultanan Bima menjadi pusat penyebaran Islam kedua di timur Nusantara setelah Makassar.Kesultanan ini berakhir pada 1951, ketika Muhammad Salahuddin, sultan terakhir, wafat. Peninggalan Kesultanan Bima antara lain berupa kompleks istana yang dilengkapi dengan pintu lare-lare atau pintu gerbang kesultanan.

> ABAD KE 18 MASEHI

 
Kesultanan Siak Sri Indrapura

Kesultanan Melayu yang didirikan pada 1723 oleh Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah, dan penyebaran Islam di Sumatera Timur. Berpusat di Desa Buantan, kemudian pindah ke Siak Sir Indrapura, berada di sekitar 90 km ke timur laut Pekanbaru.

Wilayah kekuasaannya meliputi Siak Asli, Bukit Batu, Merbau, Tebing Tinggi, Bangko, Tanah Putih dan Pulau Bengkalis (Kabupaten Bengkalis); Tapung Kiri dan Tapung Kanan (Kampar); Pekanbaru; dan sekitar-nya. Istana bekas tempat tinggal dan pusat Kesultanan Siak Sri Indrapura sampai sekarang masih berdiri dengan megah di pinggir Sungai Siak dan merupa-kan salah satu objek pariwisata di daerah Riau. ruangan, selimut, tas, maupun pelana kuda.

Ketika kekhalifahan Islam meluaskan pengaruh hingga ke Persia, permadani pun turut memasuki 'wilayah' baru. Karpet-karpet tebal, dengan bulu halus dan corak menarik menjadi penghias utama Seniman masa itu memakai bulu domba, atau unta sebagai bahan utama permadani. Seiring waktu, kapas dan sutra menggantikannya hingga menghasilkan karya yang lebih kreatif dan indah.

Islam dikukuhkan di pusat-pusat kekuasaan di Nusantara melalui jalur perdagangan, perkawinan dengan elit birokrasi dan ekonomi, serta pengajaran kepada masyarakat. Pengaruh Islam telah jauh meluas ke berbagai wilayah di Asia Tenggara, dan menyatu dengan budaya masyarakat setempat secara damai.

*Dirangkum kembali dari berbagai sumber oleh Erwin E Ananto


Peziarah Haji dari Nusantara Masa Silam

by
Peziarah Haji dari Nusantara Masa Silam
Ratusan ribu bahkan jutaan muslim asal Indonesia, hingga hari ini telah berkumpul di wilayah kota suci Mekkah. Mereka datang ke sana sebagai tamu Allah, untuk melaksanakan ibadah haji. Mereka berpakaian seragam putih-putih, datang dari segenap pelosok dunia, berbeda-beda warna kulitnya, bahasanya, kebangsaannya dan status sosialnya.

Sejak mereka meninggalkan tanah air menuju Mekkah, segala atribut keduniaan telah mereka tinggalkan. Apakah itu atribut yang berupa pakaian kedinasan, bintang kehormatan, gelar kesarjanaan, dan sebagainya.

Di sana tidak ada lagi diskripsi yang bersifat material, oleh karena itu perbedaan golongan, ras, ekonomi, pangkat, bangsa ataupun status sosial hanya merupakan suatu pertunjukan 'panggung' secara komunal dalam kebersamaan antar umat manusia. Pemegang peran dalam panggung ini adalah masing-masing jamaah pelaksana ibadah haji tersebut. Setiap orang diantara mereka dipandang sama di mata Allah.

Suasana klimaks dan puncak pelaksanaan ritual haji ini, adalah pada 9 Dzulhijjah, saat mereka melakukan wuquf di Arafah. Tanpa wuquf di Arafah ini, seseorang tidak dianggap sah ibadah hajinya. Sebagaimana Rasulullah menegaskan dalam sabdanya :

"(Ibadah) haji ini adalah wukuf di Arafah"
 

Sejak ratusan tahun umat muslim dari Indonesia telah banyak yang berangkat ziarah ke tanah suci Mekkah. Di masa, ketika masih menggunakan kapal layar hingga kini dengan pesawat terbang, niat umat muslim tanah air untuk pergi ke tanah suci tak pernah memudar.

Di dalam sebuah ceramahnya, Buya Hamka menyampaikan kisah tentang pelaksanaan haji umat muslim nusantara di masa lalu. Ia katakan bahwa sekitar tahun 1927 itu, sewa kapal layar seharga 165 rupiah pulang pergi. Meskipun di saat itu nilai 165 rupiah sudah mahal, tetapi umat muslim berbondong-bondong berangkat ke tanah suci.

Pada tahun 1950, di bulan Agustus, dikatakan harga sewa kapal laut sudah naik menjadi tujuh ribu rupiah, dan seterusnya naik menjadi sebesar 1,5 juta dan seterusnya.  Dari tahun ke tahun belum pernah harga sewa transportasi hingga hari ini turun, tetapi jumlah jamaah yang pergi ke Tanah Suci, tak pernah surut. Tahun 2015 lalu, tercatat hingga 150 ribu jamaah telah berangkat melaksanakan haji (belum terhitung yang pergi umrah).

Hamka mengatakan, ini adalah sebuah fakta betapa mustajab do'a Ibrahim AS kepada Allah Ta'ala agar Ka'bah (yang dibangunnya) itu menjadi 'magnet' yang menarik hati umat muslim di seluruh bumi untuk datang ke 'tanah yang suci', Mekkah al Mukaromah.


< sebelumnya  | selanjutnya >

* Ditulis oleh Erwin E Ananto

Peziarah Haji, Kisah Mereka Di Masa Lalu (2)

by
Peziarah Haji, Kisah Mereka Di Masa Lalu (2)
Sepanjang awal abad ke13, umat muslim sama sekali tidak memerlukan tiket pesawat untuk berziarah haji.

Perjalanan haji masa lalu adalah maraton yang sangat panjang di tengah medan yang tak mengenal ampun, dan ziarah itu bisa memakan waktu puluhan tahun bila seseorang harus berhenti dalam perjalanan untuk bekerja dan menyimpan sebelum berangkat melanjutkan perjalanan kembali.


Bahkan perjalanan darat sering 'dikotori'
dan 'rusak' oleh para perampok, serangan penyakit, kekurangan air atau tersesat dan hilang. Dan setiap peziarah yang berlayar di lautan pun mengetahui bahwa laut telah menelan banyak kapal layar beserta para penumpangnya. Juga risiko sering dikenakan pungutan pajak kepada peziarah untuk membatasi mereka, tapi ini tidak sedikit pun membuat surut arus kedatangan para peziarah haji di masa itu.

Keteguhan iman para peziarah haji dalam perjalanan itu mengalahkan kemampuan pasukan kerajaan yang bertahan dalam situasi perang, kelaparan dan serangan wabah penyakit. Kisah perjalanan ziarah haji masa lalu itu, selalu menginspirasi umat muslim selama berabad-abad dan memberi gambaran nyata atas pengorbanan dan keikhlasan, juga keimanan, dan pengagungan kepada Allah Ta'ala.

Kisah para peziarah, kafilah dari berbagai rute itu menjadi perekat yang menyatukan seluruh peradaban Islam di semua jaman. Semuanya makin mempertegas bahwa perjalanan ke tanah suci bukan sekadar destinasi wisata.

Tahun-tahun terakhir, jamaah haji datang dengan cara yang sangat cepat dan dalam jumlah yang sangat masif. Hanya diperlukan selama 75 tahun untuk merealisasi perjalanan dengan kapal uap, kereta api, bus serta pesawat. Setelah semua itu tersedia, maka rute-rute darat yang telah bertahan selama hampir 13 abad itu, menjadi tampak usang.

Pada akhir abad ke-19, terutama setelah dibukanya Terusan Suez, terjadi peningkat-an jumlah peziarah yang menuju Mekkah dengan kapal laut yang berlabuh di dermaga di Jeddah. Tidak hanya orang Mesir yang turun ke laut, tapi dari Suriah dan Anatolia pun berlayar dari Beirut melalui kanal-kanal, dan jumlahnya terus bertambah dari India serta Indonesia yang tiba dari Samudera Hindia.

Tahun 1908 pembukaan Hijaz Railway dari Damaskus ke Jeddah menjadi awal hilang-nya tradisi perjalanan kafilah Damaskus. Setelah Perang Dunia II, rute ke Mekkah itu ditandai semakin banyak melalui udara. Tahun 1990, sebesar 95 persen jamaah haji dari luar Saudi (dan banyak orang-orang Arab) tiba dengan pesawat terbang. Hanya beberapa gelintir peziarah yang lewat jalur darat, sebagian besar dari negara-negara Timur Tengah yang berbatasan Arab Saudi, mereka meluncur di jalan raya dengan bus ber-AC berkecepatan tinggi.

Dan itu menjadi akhir dari abad 'kelompok kafilah' yang penuh pengorbanan, usaha keras, kesabaran dan keimanan, yang menjadi ujian bagi para peziarah haji dalam menjelajah ke negeri-negeri yang tidak dikenalnya. Sarat dengan tantangan dan bahaya di tengah gurun. Namun di atas pelana unta itu, mereka memiliki keyakinan untuk memenuhi 'undangan' Allah Ta'ala.

< sebelumnya  | selanjutnya >

* Ditulis oleh Erwin E Ananto

Rasulullah SAW: Rahasia di Balik Sholat Lima Waktu

by
Rasulullah SAW: Rahasia di Balik Sholat Lima Waktu
Suatu hari Ali bin Abi Thalib berkata, "Sewaktu Rasullullah SAW duduk bersama para sahabat Muhajirin dan Anshor, tiba-tiba datanglah satu rombongan orang-orang Yahudi dan berkata;
 
'Ya Muhammad, kami hendak bertanya kepadamu kalimat-kalimat yang telah diberikan oleh Allah kepada Nabi Musa a.s. yang tidak diberikan kecuali kepada para Nabi utusan Allah atau malaikat muqorrab.'


Lalu
Rasullullah bersabda, 'Silakan bertanya.'

Berkata orang Yahudi, 'terangkanlah kepada kami tentang lima waktu yang diwajibkan oleh Allah ke atas umatmu'.

Rasullullah pun menjawab;

Shalat Dzhuhur jika tergelincir matahari, maka bertasbihlah segala sesuatu kepada Tuhan-nya.

Shalat 'Ashar itu ialah saat ketika Nabi Adam a.s. memakan buah khuldi.

Shalat Maghrib itu adalah saat All
ah menerima taubat Nabi Adam a.s. Maka setiap mukmin yang shalat Maghrib dengan ikhlas dan kemudian dia berdoa meminta sesuatu pada Allah maka pasti Allah akan mengkabulkan permintaannya.

Shalat 'Isya itu ialah sh
alat yang dikerjakan oleh para Rasul sebelumku.

Shalat Shubuh adalah sebelum terbit matahari. Ini karena apabila matahari terbit, terbitnya di antara dua tanduk syaitan dan di situ sujudnya setiap orang kafir.

Setelah orang Yahudi mendengar penjelasan dari Rasullullah, lalu mereka berkata, 'memang benar apa yang kamu katakan itu Muhammad. Katakanlah kepada kami apakah pahala yang akan didapati oleh orang yang shalat.'

Rasullulloh bersabda;

"Jagalah waktu-waktu sholat terutama sholat yang pertengahan. sholat Dzhuhur, pada saat itu nyalanya neraka Jahanam. Orang-orang mukmin yang mengerjakan sholat pada ketika itu akan diharamkan ke atasnya uap api neraka jahanam pada hari Kiamat."

Rasullullah melanjutkan;

Manakala sholat 'Ashar, adalah saat di mana Nabi Adam a.s. memakan buah khuldi. Orang-orang mukmin yang mengerjakan sholat 'Ashar akan diampunkan dosanya seperti bayi yang baru lahir.

Selepas itu Rasullullah membaca ayat yang bermaksud,

'Jagalah waktu-waktu sh
alat terutama sekali sholat yang pertengahan.'

Sholat Wustho (pertengahan): Peliharalah semua sh
alat(mu), dan (peliharalah) shalat wustho. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'. (Al-Baqoroh 2:238)

Sh
alat Maghrib itu adalah saat di mana taubat Nabi Adam a.s. diterima. Seorang mukmin yang ikhlas mengerjakan shalat Maghrib kemudian meminta sesuatu daripada Allah, maka Allah akan perkenankan.

Sabda R
asullullah Muhammad saw,

Sh
alat 'Isya, katakan kubur itu adalah sangat gelap dan begitu juga pada hari Kiamat, maka seorang mukmin yang berjalan dalam malam yang gelap untuk pergi menunaikan sholat 'Isya berjamaah, Allah SWT haramkan dirinya daripada terkena nyala api neraka dan diberikan kepadanya cahaya untuk menyeberangi Titian Sirath.

Sabda R
asullullah saw seterusnya,

Sh
alat Shubuh pula, seseorang mukmin yang mengerjakan shalat Shubuh selama 40 hari secara berjamaah, diberikan kepadanya oleh Allah SWT dua kebebasan, yakni dibebaskan daripada api neraka dan dibebaskan dari nifaq.
 

Setelah orang Yahudi mendengar penjelasan daripada Rasullullah, maka mereka berkata, "Memang benarlah apa yang kamu katakan itu wahai Muhammad (saw). Kini katakan pula kepada kami semua, mengapa Allah SWT mewajibkan puasa 30 hari ke atas umatmu?"

Sabda Rasullullah,

Ketika Nabi Adam memakan buah pohon khuldi yang dilarang, lalu makanan itu tersangkut dalam perut Nabi Adam a.s. selama 30 hari. Kemudian Allah SWT mewajibkan ke atas keturunan Adam a.s. berlapar selama 30 hari. Sementara diizinkan makan di waktu malam itu adalah sebagai karunia Allah SWT kepada makhluk-Nya.

Kata orang Yahudi lagi, 'Wahai Muhammad, memang benarlah apa yang kamu katakan itu. Kini terangkan kepada kami mengenai ganjaran pahala yang diperolehi daripada berpuasa itu.'

Sabda Rasullull
ah,

'Seorang hamba yang berpuasa dalam bulan Ramadhan dengan ikhlas kepada All
ah SWT, dia akan diberikan oleh Allah SWT 7 perkara:

Akan dicairkan daging haram yang tumbuh dari badannya (daging yang tumbuh daripada makanan yang haram).
- Rahmat Alloh senantiasa dekat dengannya
- Diberi oleh Alloh sebaik-baik amal
- Dijauhkan daripada merasa lapar dan dahaga
- Diringankan baginya siksa kubur (siksa yang amat mengerikan)

- Diberikan cahaya oleh Alloh SWT pada hari Kiamat untuk menyeberang Titian Sirath
- Allah SWT akan memberinya kemudian di syurga.'

Kata orang Yahudi, 'Benar apa yang kamu katakan itu Muhammad. Katakan kepada kami kelebihanmu di antara semua para nabi.'

Sabda Rasullullah,

Seorang nabi menggunakan doa mustajabnya untuk membinasakan umatnya, tetapi saya tetap menyimpan doa saya (untuk saya gunakan memberi syafaat kepada umat saya di hari kiamat).

Kata orang Yahudi, 'Benar apa yang kamu katakan itu Muhammad. Kini kami mengakui dengan ucapan "Asyhadu Allaa ilaha illallah, wa annaka Rasulullah (kami percaya bahwa tiada Tuhan kecuali Allah dan engkau utusan Allah).'

"Dan sesungguhnya akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berilah berita gembira kepada orang-orang yang sabar." (Surah Al-Baqarah: ayat 155)

"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya."
(Surah Al-Baqarah: ayat 286)
Wallahu a'lam bishawab

Top Ad 728x90